9/19/2009

Biomass To Liquid (Kayu dan Rerumputan)

Masih berbicara tentang sumber energi alternatif sebagai bentuk upaya manusia menyelamatkan generasi yang akan datang dari krisis energi. BTL atau Biomass To Liquid adalah suatu teknologi pengolahan biomassa menjadi senyawa-senyawa turunan dari synthesis gas yang biasa digunakan sebagai bahan bakar.

Berbeda dengan GTL yang berbahan baku gas alam, pada BTL memerlukan proses yang lebih kompleks dalam penyiapan bahan baku, karena bahan baku BTL yakni biomassa harus digasifikasi terlebih dahulu kemudian gas tersebut harus dibersihkan dari komponen lain : NOx, SOx, partikel-partikel, dan lain-lain untuk memperoleh synthetis gas dengan kemurnian tinggi.

Bahan baku biomassa dibedakan menjadi dua jenis utama, yaitu pohon berkayu (woody) dan rumput-rumputan (herbaceous). Saat ini material berkayu diperkirakan merupakan 50% dari total potensial bioenergi dunia. 20% yang lain adalah jerami yang diperoleh dari hasil samping pertanian. Spesifikasi utama dari tanaman yang dapat dijadikan bahan baku untuk memproduksi bahan bakar BTL disajikan pada tabel berikut yang dilengkapi dengan karakteristi bahan baku batu bara dan gas alam pada GTL sebagai perbandingan:

Tabel karakteristik batu bara, gas alam, material berkayu dan material rumput-rumputan

Tabel karakteristik batu bara, gas alam, material berkayu dan material rumput-rumputan

Bahan Baku Berkayu

Gambar Bahan yang potensial untuk produksi BTL – dari kiri ke kanan: serpihan kayu, serbuk gergaji, kulit kayu dan pellet kayu.

Gambar Bahan yang potensial untuk produksi BTL – dari kiri ke kanan: serpihan kayu, serbuk gergaji, kulit kayu dan pellet kayu.

Batang kayu merupakan contoh aplikasi biomassa untuk energi yang pertama kali dikenal. Pembakaran kayu untuk penerangan dan penghangat telah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu.

Bagaimanapun penggunaan batangan kayu untuk tujuan energi saat ini bersaing dengan penggunaan non-energi yang mempunyai nilai lebih seperti untuk produksi pulp, industri furnitur, dan lain-lain. Sehingga menyebabkan tingginya harga bahan baku BTL serta semakin meningkatkan konsumsi terhadap pohon. Oleh sebab itu, bahan baku berkayu yang dimaksud di sini adalah bahan berkayu hasil sisa pengolahan kertas, furnitur, dan lain lain.

Proses gasifikasi material berkayu biasanya tidak mungkin dilakukan secara langsung, karena berbagai alasan seperti ukuan partikel yang terlalu besar atau terlalu berlainan, kandungan air dan pengotor. Oleh karenanya biomassa berkayu memerlukan perlakuan pendahuluan dan transformasi menjadi bahan baku yang tepat untuk proses gasifikasi dan proses yang lebih lanjut. Bahan baku tersebut bisa berupa serpihan kayu, serbuk kayu atau dalam bentuk pellet.
Ketika mencacah kayu yang masih baru, kandungan air dari serpihan kayu bisa sangat tinggi (45-55% berat). Tingginya kandungan air dapat menghambat proses gasifikasi, sehingga kandungan airnya harus diturunkan menjadi 5-25%. Terdapat tiga cara untuk menurunkan kandungan air dalam biomassa berkayu :

  1. Pengeringan secara alami material berkayu : pohon dibiarkan di atas tanah, kandungan air dapat turun secara alami dari 50-55% menjadi 35-45%.
  2. Pengeringan alami serpihan kayu : serpihan kayu dapat disimpan di luar ruangan atau di dalam ruangan dekat reaktor gasifikasi untuk pengeringan lebih jauh. Penyimpanan di luar ruangan dapat menurunkan kadar air dari 50% hingga sekitar 30%. Namun penyimpanan di luar dapat menyebabkan berkurangnya berat kayu karena dekomposisi biologi dan atau infeksi serangga (terutama pada spesies kayu lunak) terutama pada keadaan lembab.
  3. Pengeringan buatan biomassa berkayu : secara umum pengeringan dengan cara ini harus dihindari, karena memerlukan energi dan biaya tambahan yang tinggi.

Bahan Baku Rumput-rumputan

Penggunaan biomassa rumput-rumputan untuk energi masih dalam tahap pengembangan. Meskipun masih dalam tahap pengembangan, energi potensial biomassa rumput-rumputan sangat menjanjikan, karena sebagian besar biomassa tersebut berasal dari material sisa pertanian seperti jerami. Pengubahan bahan baku rumput-rumputan untuk umpan gasifikasi lebih mudah dari pada menggunakan material berkayu, karena biomassa rumput-rumputan hanya memerlukan pencacahan.

Tanaman Energi

kiri : mischantus yang baru di tanam ; kanan : mischantus saat umur dua tahun.

Kiri: Mischantus yang baru di tanam; Kanan : Mischantus saat umur dua tahun.

Penanaman rumput-rumputan untuk tujuan energi merupakan suatu hal yang relatif baru. Spesies utama tanaman untuk energi adalah mischantus (rumput glagah), red canary grass, dan switchgrass. Mischantus merupakan pilihan yang menarik, karena pertumbuhannya memerlukan pupuk dan pestisida yang lebih sedikit daripada tanaman yang lain, dengan perolehannya mencapai 15 ton per hektar pada kondisi yang optimum. Kelemahan utamanya adalah sulitnya rehabilitasi lahan untuk penggunaan yang lain karena struktur akar mischantus yang sangat dalam. Perolehan yang lebih rendah di dapat dari switchgrass ( sampai dengan 10 ton per hektar). Untuk jenis red canary grass perolehannya lebih rendah lagi yaitu 5-7 ton per hektar.

Dibandingkan tanaman jangka pendek yang lain, jenis rumput-rumputan mempunyai kadar air yang lebih rendah. Meskipun demikian, spesies rumput-rumputan menunjukkan beberapa kelemahan dibandingkan dengan biomassa berkayu. Lebih rendahnya densitas, yang dapat menaikkan biaya transportasi dan penanganan. Kandungan komponen yang tidak diinginkan (kalium, klorin, sulfur, abu), yang dapat menurunkan perolehan syngas, korosi pada peralatan, penggumpalan dan fouling. Karena beberapa alasan tersebut, biomassa rumput-rumputan biasanya tidak digasifikasikan secara langsung untuk produksi BTL, tetapi diproses dalam bentuk produk setengah jadi berupa minyak pirolisis.

Sisa Biomassa Tanaman Rumput-rumputan (Jerami)

Jerami (gambar 2.3 ) merupakan bahan rumput-rumputan utama yang dipakai untuk energi akhir-akhir ini. Sama seperti tanaman rumput-rumputan yang lain, jerami biasanya mempunyai kandungan kadar air yang lebih rendah dari pada biomassa berkayu. Sebaliknya jerami mepunyai nilai kalor, densitas dan titik leleh abu yang lebih rendah, dan kandungan abu, klorin, kalium dan sulfur yang lebih tinggi. Kalium dan klorin dapat direduksi dengan mudah dengan membiarkan jerami di ladang, saat turun hujan sejumlah besar kalium dan klorin akan tercuci oleh air hujan. Alternatifr yang lain, jerami yang masih baru dapat langsung dicuci pada temperatur sedang (50-60 C). karena pencucian, kandungan air pada jerami akan menjadi sangat besar sehingga diperlukan pengeringan setelah proses pencucian.

Produksi Syngas dari Biomassa

Produksi syngas berkualitas tinggi dari biomassa, yang akan digunakan sebagai umpan untuk produksi BTL memerlukan perhatian khusus. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa produksi syngas dari biomassa masih merupakan komponen yang baru dari konsep GTL. Syngas yang diperoleh dari gas alam dan batu bara merupakan teknologi yang telah lama dikenal.

Gasifikasi dapat didefinisikan sebagai degradasi termal dengan keberadaan suplai agen pengoksidasi (mengandung oksigen) dari luar seperti udara, steam,oksigen. Berbagai metode gasifikasi telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar untuk tujuan pembangkit listrik. Akan tetapi, untuk produksi BTL yang efisien diperlukan komposisi gas yang sangat berbeda. Dikarenakan pada pembangkit listrik syngas digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan di proses BTL syngas digunakan sebagai umpan untuk mendapatkan produk yang lain. Perbedaan tersebut mempunyai implikasi berkenaan dengan kemurnian dan komposisi gas.

Untuk produksi BTL, yang terpenting adalah banyaknya CO dan H2 (makin banyak, makin bagus). Keberadaan komponen hidrokarbon dan inert harus dihindari atau setidaknya jumlahnya serendah mungkin. Hal tersebut dapat didapatkan melalui beberapa jalan:

  • Banyaknya komponen selain CO dan H2 dapat direduksi melalui transformasi lebih lanjut komponen tersebut menjadi CO dan H2. Bagaimanapun hal tersebut juga memerlukan energi dan biaya yang lebih besar (dua proses – gasifikasi dan transformasi). Hasilnya, efisiensi energi dari keseluruhan proses produksi syngas dan BTL juga berkurang, menyebabkan biaya produksi yang lebih tinggi.
  • Banyaknya berbagai macam komponen dapat diperkecil melalui dekomposisi biomassa yang lebih sempurna. Pendekatan ini sepertinya lebih sesuai ditinjau dari efisiensi energi dan biaya. Minimalisasi kandungan berbagai jenis hidrokarbon dapat diperoleh dengan menaikkan temperatur proses gasifikasi, serta mempercepat waktu tinggal umpan di dalam reaktor. Oleh karena pendeknya waktu tinggal, ukuran partikel harus cukup kecil agar proses gasifikasi sempurna dan efisien dapat berlangsung.
  • Dalam proses gasifikasi untuk pembangkit listrik biasanya menggunakan udara sebagai pengoksidasi, karena udara merupakan pengoksidasi paling murah. Akan tetapi penggunaan udara menghasilkan nitrogen pada gas produk dalam jumlah besar. Keberadaan nitrogen dalam jumlah besar pada gas produk akan mengganggu untuk produksi BTL. Menghilangkan nitrogen melalui liquifasi di bawah temperature kriogenik memerlukan energi yang sangat besar. Di antara pilihan lain yang potensial (steam, CO2, O2), oksigen merupakan pengoksidasi yang paling sesuai untuk pabrik BTL.

Gasifier untuk BTL

Gas (sebelah kiri) dan char (sebelah kanan) indirect gasifier

Gas (sebelah kiri) dan char (sebelah kanan) indirect gasifier

Fluidised bed gasifier umumnya tidak menjumpai pembatasan skala dan lebih fleksibel mengenai ukuran partikel umpan. Meskipun demikian, gasifier tersebut masih mempunyai batas spesifikasi umpan, karena resiko adanya slagging dan fouling, aglomerasi dan korosi. Temperature operasi fluidised bed gasifier dengan hembusan udara relative rendah (800-1000 C), yang mengakibatkan dekomposisi umpan kurang sempurna, meskipun waktu tinggalnya lama. Atmospheric atau pressurised circulating fluidised bed gasifier dengan hembusan oksigen dan gas atau char indirect gasifiers (gambar 3.3) dengan hembusan steam merupakan solusi yang lebih baik untuk produksi BTL. Kedua metode gasifikasi tersebut mereduksi jumlah nitrogen dalam gas produser secara signifikan. Pada metode pertama, hal tersebut terjadi karena penggantian udara dengan oksigen. Sedangkan pada metode kedua, nitrogen keluar pada gas cerobong (flue gas) bukan pada gas produsen, karena gasifikasi dan pembakaran dilakukan terpisah – energi untuk gasifikasi didapatkan dari pembakaran char dari gasifier pertama pada reaktor kedua.

Untuk mendapatkan ukuran partikel biomassa yang halus merupakan tantangan utama dari segi efisiensi energi dan biaya. Penggilingan kayu memerlukan lebih banyak energi dari pada penggilingan material lain, misalnya sekitar lima kali lebih besar dari pada penggilingan batu bara. Lebih susah lagi pencacahan biomassa rumput-rumputan menjadi partikel berukuran begitu kecil, meskipun masih mungkin dilakukan. Efisiensi energi gasifikasi lebih lanjut di reduksi dengan penghilangan gas inert (biasanya CO2) dalam jumlah besar dari gas produser. Jumlah gas inert dipengaruhi oleh densitas umpan – makin kecil densitas, makin banyak jumlah gas inert. Dengan begitu, alternative bentuk umpan biomassa (melalui pre-treatment) perlu dipikirkan untuk entrained flow gasifier. Pilihan pre-treatment biomassa yang mungkin adalah torrefaction, pyrolysis dan pra-gasifikasi.

Torrefaction merupakan perlakuan termal biomassa (terutama kayu) tanpa adanya oksigen selama 15-60 menit pada temperature 200-3000C dan tekanan atmosferik. Hasilnya, biomassa akan berubah menjadi produk yang mirip kokas. Tranformasi torrefaction adalah proses dengan efisiensi tinggi (konversi 85-95%). Energi yang dipakai pada torrefaction terbayar sepenuhnya dengan 8-10 kali lebih rendah konsumsi energi penggilingan kayu yang telah di torrefaction dibandingkan penggilingan kayu yang masih baru.

Pada pyrolysis, biomassa padat (terutama rumput-rumputan) diubah menjadi keadaan cairan material setengah jadi (pyrolysis slurry) yang kemudian diumpankan ke gasifier. Tidak seperti gasifikasi, pyrolysis merupakan degradasi termal tanpa adanya suplai pengoksidasi dari luar, Hasilnya, perolehan pyrolysis sebagian besar cairan (sampai 80% basis massa) dan beberapa tar dan char. Pyrolysis sangat cocok untuk biomassa rumput-rumputan karena pre-treatment alternatif (pencacahan) jauh lebih susah dan mahal dibandingkan kayu.

Gambar berikut adalah konfigurasi sistem secara menyeluruh untuk memproduksi syngas dari biomassa dengan persiapan pyrolysis untuk pemrosesan lebih lanjut menjadi bahan bakar BTL.

Gambar Carbo-V® Process of Choren Industries GmbH untuk memproduksi syngas dari biomassa

Gambar Carbo-V® Process of Choren Industries GmbH untuk memproduksi syngas dari biomassa

Setelah dipirolisis (pada low-temperature gasifier/NTV), gas pirolisis biomassa dan char (biocoke) diunpankan ke gasifier dan akan didapatkan gas bebas tar dengan kandungan CO dan H2 tinggi. Gas yang bersih didinginkan hingga 200 C dalam heat exchanger, dengan demikian meningkatkan efisiensi energi keseluruhan proses dengan memproduksi steam kualitas tinggi. Selanjutnya gas dibersihkan dari partikel debu (di deduster) dan dari komponen selain CO dan H2 (di washer). Pada akhirnya akan didapatkan syngas yang bersih, terdiri dari CO dan H2. Pembersihan gas secara cukup menunjukkan poin penting dalam produksi syngas dan BTL. Katalis dalam sintesis BTL dapat dengan mudah teracuni oleh logam alkali, halide, senyawa sulfur, CO2 dan sebagainya, meskipun dengan jumlah yang sangat kecil.

http://majarimagazine.com/2009/02/biomass-to-liquid-kayu-dan-rerumputan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar